ANALISA KECELAKAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SHEL MODEL (Study kasus pada KM. Ammana Gappa )


1.DATA KAPAL
KM. Ammana Gappa ex Filaos (IMO No. 7707695) merupakan kapal barang (General Cargo). Kapal dibangun pada tahun 1977 di galangan Hussumer schiffswerft LTD, Jerman dengan bahan dasar konstruksi baja. KM. Ammana Gappa dioperasikan oleh PT. Juli Rahayu, Kendari, Sulawesi Tenggara dengan pola rute tramper. Kapal diasuransikan Total Loss.
Ukuran utama KM. Ammana Gappa adalah sebagai berikut:
Panjang Keseluruhan : 91.5 meter
Lebar (B)                     : 14.2 meter
Tinggi (H)                    : 8.60 meter
Sarat Maksimum (T)  : 6.7 meter
Tonase kotor (GT)      : 2095 ton
Tonase Bersih (NT)    : 1433 ton
Bobot Mati (DWT)       : 4084 ton
Klasifikasi                    : PT.(Persero) Biro Klasifikasi Indonesia (BKI)
Masuk Klas BKI          : 1999
Notasi Klas                  :
Sistem propulsi kapal menggunakan 1 (satu) unit baling-baling berdaun tetap (fixed pitch propeller). Propulsi kapal ini digerakkan dengan mesin utama 1 (satu) unit motor Diesel 4 langkah merek DeutzK.H.D (non reversible type) dengan daya sebesar 4000 HP pada putaran 600 RPM. Transmisi daya mesin dihubungkan secara langsung melalui kopling ke poros baling-baling dengan sistem anchorbar.
Sistem propulsi kapal ini menghasilkan kecepatan dinas sebesar 11 knots pada putaran mesin utama 600 RPM. Pada waktu pengoperasian kapal terakhir, mesin utama hanya mampu dijalankan pada putaran 195 RPM, sehingga kecepatan kapal hanya dapat mencapai 5 - 6 knots. Kapal dipasang 3 (tiga) unit mesin bantu pembangkit listrik dengan rincian:
Rencana Umum dan Konstruksi Kapal
KM. Ammana Gappa memiliki dua geladak yang salah satunya merupakan geladak antara. Kapal memiliki satu ruang muat (single long hatch) dengan panjang 44,4 m. Ruang muat berada di depanbangunan akomodasi kapal. Pelat tank top dipasang papan kayu (ceiling) dengan ketebalan 100 mmuntuk melindungi muatan dari pelat. Untuk keperluan bongkar muat, KM. Ammana Gappa dilengkapidengan 3 (tiga) unit derek batang muat (cargo derrick boom).KM. Ammana Gappa mempunyai 9 unit tangki ballast dan 5 tangki bahan bakar. Berikut adalahrincian posisi tangki dan kapasitas muatnya:
 Untuk pengaturan ballast, digunakan satu unit pompa ballast jenis centrifugal dengan kapasitas 65 – 130 m3/jam. Untuk keperluan pengaturan air laut secara umum, di kapal dipasang satu unit pompa dinas umum (general service pump) jenis centrifugal dengan kapasitas 65 – 130 m3/jam. Untuk keperluan darurat, di kapal terdapat 2 (dua) unit pompa celup jinjing Alkon.
Muatan Kapal
KM. Ammana Gappa mengangkut pupuk urea jenis prill coated yang dikemas dalam karung. Berdasarkan bill of loading yang dikeluarkan pemilik muatan, jumlah keseluruhan muatan yang dibawa adalah sebanyak 3.688 ton atau 73.760 karung. Muatan pupuk ini akan dikirim ke pelabuhan Soekarno Hatta.
Seluruh muatan pupuk diletakkan dan diatur secara merata di dalam ruang muat.Selanjutnya ruang muat ditutup dengan balok penutup terbuat dari baja dan dilindungi dengan terpal untuk menjaga muatan dari air laut dan air hujan.



2. KRONOLOGI KEJADIAN
Pada tanggal 04 Maret 2010, KM. Ammana Gappa melakukan pemuatan di pelabuhan Lok Tuan.Pada pukul 12.00, Administrator Pelabuhan Lok Tuan menerbitkan Surat Ijin Berlayar (SIB) untuk KM.Ammana Gappa. Pukul 15.00, KM. Ammana Gappa meninggalkan Pelabuhan Lok Tuan dengan tujuan Pelabuhan Soekarno Hatta. Kondisi cuaca selama pelayaran cerah. Kapal hanya mampu melaju pada kecepatan 5 - 6 knots dengan haluan 120o. Kondisi sarat depan = 6,0 m dan sarat belakang = 6,6 m.
Tanggal 06 Maret 2010, pukul 04.00, KM. Ammana Gappa telah sampai di sekitar 30 NM sebelahbarat Tanjung Rangas, Sulawesi Barat.
Pukul 04.15, Mualim Jaga (Mualim I) merasakan adanya benturan dan getaran sesaat pada kapal.Mualim I memeriksa posisi kapal di peta karena dikhawatirkan kapal mengalami kandas. Selanjutnya Mualim I memeriksa kondisi kapal dan perairan sekitarnya. Mualim I segera melaporkan kepada Nakhoda tentang kejadian yang dialami kapal tersebut. Kapal mulai miring hingga 5 derajat ke kiri. Nakhoda memerintahkan Mualim I, Juru Mudi dan Serang untuk segera melakukan pemeriksaan ruang muat.
Mualim I masuk melalui lubang akses ruang muat di haluan dan menemukan genangan air pada ruang muat bagian depan sebelah kiri. Mualim I menemukan telah ada air di ruang muat bagian depan setinggi + 30 cm dari papan ceiling pelat tank top. Nakhoda mengambil alih kendali kapal dan memerintahkan Juru Mudi untuk melakukan sounding tangki ballast no. 1 kiri. Juru Mudi menemukan ketinggian air di pipa sounding sudah sampai 100 cm. Selanjutnya Serang juga menemukan adanya air di tangki ballast no. 1 kanan.
Sekitar pukul 05.00, Nakhoda memerintahkan Kepala Kamar Mesin (KKM) untuk mematikan mesin induk. Saat itu 1(satu) unit Mesin bantu masih terus dioperasikan untuk mensuplai daya listrik dikapal. Nakhoda menginstruksikan untuk mengoperasikan pompa ballast untuk menguras air laut yang masuk di tangki ballast no. 1. Selain itu 2 (dua) unit pompa celup jinjing juga dioperasikan untuk menguras genangan air yang ada di ruang muat bagian haluan.
Pukul 07.30, Nakhoda memerintahkan Mualim II untuk mengirimkan berita tentang kondisi kapal ke Radio Pantai dan Perusahaan. Pukul 08.00, kemiringan kapal telah mencapai 10 derajat. Pemompaan air laut yang telah menggenangi ruang muat dan tangki ballast no. 1 masih terus dilaksanakan. Pukul 08.20, berita kecelakaan kapal diterima Radio Pantai pelabuhan Soekarno Hatta.
Pukul 11.00, Serang melakukan pemeriksaan ulang terhadap tangki ballast dan menemukan ketinggian air di tangki ballast No. 1 kiri sudah mencapai 200 cm. Kemiringan kapal sudah sampai 25 derajat. Nakhoda memerintahkan awak kapal untuk abandon ship. Segera 2(dua) unit inflatable liferaft (ILR) diturunkan untuk proses evakuasi awak kapal dan hanya satu ILR dapat mengembang. EPIRB7 diaktifkan untuk memancarkan status bahaya dan posisi terakhir kapal.Seluruh awak kapal berhasil naik keatas satu ILR tersebut dengan baik.
Kemiringan kapal terus bertambah hingga pada pukul 12.00, KM. Ammana Gappa beserta seluruh muatannya sepenuhnya tenggelam di posisi 02o 40,63’ LS/ 118o 22.65’ BT pada kedalaman + 2000 m.
Awak kapal terus melakukan panggilan darurat dengan menggunakan radio VHF pada saluran (channel) 16. Pukul 15.00, ada dua kapal berbendera asing yang melintas di perairan sekitar lokasi tenggelamnya kapal tetapi tidak memberikan pertolongan. Pukul 15.30, Perwira Jaga KM. Neptunus XI yang sedang melayari rute yang sama dengan KM. Ammana Gappa, menerima panggilan darurat dari awak kapal KM. Ammana Gappa. Nakhoda KM. Neptunus XI merubah haluan kapal menuju lokasi kejadian untuk memberikan bantuan.
Pukul 15.50, KM. Neptunus XI menemukan satu ILR berisi awak kapal KM. Ammana Gappa. Selanjutnya ILR tersebut ditarik dan dilakukan evakuasi awak kapal KM. Ammana Gappa ke KM. Neptunus XI. Pukul 16.30, proses penyelamatan awak kapal KM. Ammana Gappa selesai. Nakhoda KM. Ammana Gappa melaporkan ke Nakhoda KM. Neptunus XI bahwa seluruh awak kapal lengkap dalam kondisi sehat.
            Pukul 18.03, awak kapal KM. Neptunus XI mengirimkan berita ke Radio Pantai Pelabuhan Soekarno Hatta bahwa awak kapal KM. Ammana Gappa telah dievakuasi dan dalam kondisi selamat dan memberitahukan rencana kedatangan kapal di pelabuhan Soekarno Hatta.
Tanggal 07 April 2010 pukul 14.00, KM. Neptunus XI beserta awak kapal KM. Ammana Gappa tiba di Makassar. Karena KM. Neptunus XI tidak dapat merapat ke pelabuhan,proses evakuasi awak kapal dilakukan dengan kapal BASARNAS. Pukul 16.45, seluruh awak kapal KM. Ammana Gappa tiba di Kantor Kesehatan Pelabuhan Makassar dan kemudian dilakukan pemeriksaan oleh tim kesehatan. Seluruh awak kapal dinyatakan dalam kondisi sehat.
 Pukul 17.00, awak kapal KM. Ammana Gappa diserahterimakan dari Administrator Pelabuhan Makassar kepada Operator kapal, PT. Juli Rahayu.








3. PENGERTIAN SHEL MODEL
           SHEL model adalah salah satu metode untuk mengumpulkan data kejadian pada kecelakaan alat transportasi laut.SHEL model merupakan kependekan dari Software-Hardware-Environment-Liveware Model.
           

Software adalah Software non-fisik bagian dari sistem termasuk kebijakan organisasi, prosedur, manual, checklist layout, grafik, peta, laporan, dan program komputer.
Hardware adalah peralatan yang digunakan dalam proses transportasi.
Environment mengacu pada kondisi iklim, temperature, jarak penglihatan, getaran, kebisingan, dan factor lain yang ikut berpengaruh pada kondisi ABK.
Liveware adalah manusia yang berhubungan dengan kecelakaan, interaksi antar manusia, kendala pada individunya seperti : fisik, fisiologi, kejiwaan, dan kondisi sosial.

4. ANALISA KASUS DENGAN SHEL MODEL
Software           :DPA yang kurang berperan aktif dalam upaya penyelamatan pelayaran kapal. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya komunikasi dan upaya pemberian bantuan ke lokasi kejadian. Manajemen kondisi darurat di darat yang Kurang efektif dalam proses evakuasi awak kapal
Hardware          :Kapasitas hisap pompa yang digunakan untuk menguras air di tangki ballast dan ruang muat lebih kecil daripada laju masuknya air sehingga jumlah air laut yang masuk semakin banyak dan menambah berat kapal;
Environtment  :Adanya benda-benda yang melayang atau terapung di laut yang membentur lambung kapal yang menyebabkan kapal bergetar
Liveware         :Kurangnya familiarisasi awak kapal terhadap kondisi kapal yang mengakibatkan penanganan kondisi darurat berjalan tidak efektif, Instruksi Nahkoda yang tidak tepat untuk mematikan mesin utama, Instruksi yang diberikan oleh Nakhoda kepada awak kapal tidak secara tepat didasarkan pada upaya untuk penyelamatan kapal. Hal ini terlihat pada tidak adanya perintah dari Nakhoda untuk menanggulangi masuknya air laut ke dalam kapal dan upaya mengevakuasi kapal ketempat yang lebih aman.
HUBUNGAN ANTAR KOMPONEN SHEL
No.
SHEL
Deskripsi
1.
L-H
Awak kapal yang kurang familiar dengan kondisi kapal termasuk system permesinannya
2.
S-L
Tidak ada informasi yang menunjukkan adanya tindakan manajemen darurat di darat untukmelakukan upaya penyelamatan setelah berita darurat diterima seperti halnya dengan mengirimkanbantuan ke lokasi kejadian
3.
L- E
Awak kapal tidak mengetahui kondisi perairan.
4.
L - L
Tidak adanya masukan dan pertimbangan dari KKM dan masisnis jaga kepada nahkoda.

5. REKOMENDASI
Ø  Peningkatan pengawasan terhadap penugasan DPA yang diangkat oleh perusahaan pelayaran
Ø  Meningkatkan upaya pemberian bantuan kepada kapal yang sedang mengalami kondisi darurat (secara langsung maupun tidak langsung) kepada kapal yang mengalami kecelakaan
Ø  Peningkatan peranan pusat kendali penanggulangan kecelakaan kapal dalam pemberitaan dan penyebaran informasi kecelakaan
Ø  Meningkatkan pembinaan terhadap awak kapal utamanya dalam familiarisasi kapal dan familiarisasi prosedur tanggap darurat di atas kapal
Ø  Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan ketentuan keselamatan kapal utamanya prosedur pelaksanaan kondisi darurat
Ø  Meningkatkan pemantauan terhadap operasi kapal utamanya pada saat kapal mengalami kondisi darurat.